19 Maret 2009

Mawlid Nabi SAW di PPAT Pekalongan

Rabu, 18 Maret 2009

Monas, salah satu penanda kota Jakarta pada hari Selasa, 17 Maret 2009 sekitar pukul 21.00WIB sebelum kami tinggalkan ke Pekalongan.

Tiba di Stasiun Gambir, Habib Abdullah, Pak Bambang dan Sh. Bahruddin sudah menunggu.  Kereta Arga Bromo Anggrek jurusan Surabaya pun sudah tiba.

Hampir semua penumpang sudah menaiki KA, tetapi kami masih asyik mengobrol di peron.  Pada awalnya Pak Bambang mengira KA yang akan kami naiki belum datang, padahal itulah keretanya... ups hampir saja kami ketinggalan kereta.  Pukul 21.30 WIB kereta pun berangkat menuju Surabaya, melewati Pekalongan, Semarang dan lain-lain.

Sekitar 5 jam kemudian kami tiba di Stasiun Pekalongan.  Saat itu stasiun sangat sepi dan hanya Abang-Abang Becak yang sigap menyambut kami.

salah satu anggota "becak to work (B2W)" sedang mengantarkan kami ke hotel Nirwana, hotel di mana Mawlana Syekh Nazim QS dan Syekh Hisyam Kabbani pernah bermalam di sana pada tahun 2001.

Setelah cukup beristirahat, siang hari kami berziarah ke kompleks Makam Sapuro di mana terdapat makam Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athas.


Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Al-Athas

Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Alathas dilahirkan di kota Hajren Hadramaut, Yaman pada tahun 1255H atau 1836M.  Beliau menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu agama di kota asalnya.  Beragam disiplin ilmu agama berhasil beliau raih dengan gemilang.  Beliau melanjutkan pendidikannya ke kota Mekah dan Madinah.  Sekalipun banyak mendapat tempaan ilmu dari banyak guru di kedua kota suci ini, namun guru yang paling utama dan paling besar pengaruhnya bagi pribadi Habib Ahmad adalah As-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.  Beliau adalah seorang ulama yang sangat banyak muridnya di Mekah dan di negara-negara lain, termasuk Indonesia.  Hadhratul Fadhil Mbah K.H. Kholil, Bangkalan Madura dan Hadrotusy Syekh K.H. Hasyim Asy’ari, Jombang Jawa Timur juga pernah berguru kepadanya.  Kedua ulama ini adalah cikal bakal jamiyyah Nahdhatul Ulama.


Masjid di depan makam


Setelah selesai dan luluis menempuh pendidikan dan latihan, terutama latihan kerohanian secara mendalam, Habib Ahmad mendapat tugas dari gurunya untuk berdakwah menyebarkan syariat agama Islam di kota Mekah.  Beliau sangat dicintai dan dihormati oleh segala lapisan masyarakat, karena Habib Ahmad berusaha meneladani kehidupan Rasulullah SAW.  Habib Ahmad mengajar dan berdakwah di kota Mekah selama tujuh tahun.  Setelah itu beliau kembali ke kampung halamannya, Hadramaut.


Memasuki makam Habib Ahmad


Tidak lama mukim di kota kelahirannya, Habib Ahmad merasa terpanggil untuk berdakwah di Asia Tenggara. Dan pilihan beliau jatuh ke Indonesia. Karena memang pada waktu itu sedang banyak-banyaknya imigran dari Hadramaut yang datang ke Indonesia. Di samping untuk berdagang juga untuk mensyiarkan ajaran Islam.


Kaligrafi di atas pintu bertuliskan kalimat tauhid dan nama beliau di bagian bawah


Setibanya Habib Ahmad di Indonesia, beliau memilih tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah karena beliau melihat kondisi keagamaan yang masih sangat minim di sana.  Dan saat pertama menginjakkan kakinya di Pekalongan, Habib Ahmad melaksanakan tugas sebagai imam di Masjid Wakaf di kampung Arab (sekarang Jl. Surabaya).


Dari Masjid Wakaf inilah Habib Ahmad memulai dakwahnya.  Dari pengajian kitab-kitab fiqih, pembacaan maulid daiba’i, barzanji, pembacaan wirid, zikir dan lain sebagainya.  Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alathas juga dikenal sebagai ulama hafidz (penghafal al-Qur’an).  Beliau adalah seorang ulama yang selalu tampil dengan rendah hati, senang bergaul dan gemar bersilaturrahim dengan siapa saja.  Habib Ahmad paling tidak senang, bahkan marah kalau ada yang mengkultuskan dirinya.


Lampu berhias kaligrafi 


Kendati demikian, Habib Ahmad tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum dari Allah dan Rasul-Nya yang diremehkan oleh orang lain.  Beliau sangat teguh dan keras memegang syariat Islam, seperti masalah amar ma’ruf nahi mungkar.


Pada zamannya dahulu, Habib Ahmad ibarat Khalifah Umar bin Khathab yang sangat tegas dan keras menentang setiap kemungkaran. Tidak peduli yang berbuat mungkar itu pejabat maupun orang awam.  Menjelang akhir hayatnya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Athas mengalami patah tulang pada pangkal pahanya, akibat jatuh hingga beliau tidak sanggup berjalan.  Sejak saat itu beliau mengalihkan semua kegiatan keagamaannya di kediamannya, termasuk salat berjamaah dan pengajian.


Habib Abdullah dan Sh. Bahruddin memimpin ziarah


Penderitaan ini berlanjut sampai beliau dipanggil pulang ke Rahmatullah.  Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Al-Athas meninggal dunia pada malam ahad 24 rajab 1347H atau tahun 1928M.  Habib Ahmad meninggal dunia dalam usia 92 tahun.  Walaupun beliau meninggal dunia pada tanggal 24 Rajab, akan tetapi acara haulnya diperingati setiap tanggal 14 Syakban, bertepatan dengan malam nisfu Syakban.



Tak jauh dari makam terdapat sebuah warung nasi yang cukup populer bagi warga di sana. 

Jadilah makan siang dengan menu nasi, sayur bening, pecak ikan, begono, tempe goreng dan teh manis hangat.

Perjalanan dilanjutkan ke rumah Pak Toni di daerah Kedungwuni.  Pak Toni (ketiga dari kiri) mengatakan bahwa rumahnya selalu terbuka 24 jam bagi para Naqsybandiyyun.  Di sini pun Sh. Mustafa sedang mampir sebelum menghadiri acara Mawlid di PPAT.

untuk memudahkan, inilah alamat beliau.

Pohon jati jantan, salah satu koleksi tanaman Pak Toni.

Setelah beramah tamah dengan Pak Toni, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Habib Luthfi bin Yahya, ketua Jam'iyyah Ahlith-Thariqah al-Mu'tabarrah.  Saat itu waktu Ashar dan Habib baru saja tiba dari Jakarta.

Bakda Maghrib diadakan Mawlid Nabi SAW di kediaman Habib Luthfi.  Acara ini rutin diadakan setiap hari selama bulan Rabiul Awal.  Mawlid yang dibaca adalah Mawlid Simtud Durar.

Akhirnya, tepat pukul 21.00 WIB Habib Luthfi yang diiringi oleh Kapolwil dan Pejabat Pemda setempat mulai berangkat menuju PPAT (Pondok Pesantren At-Taufiqi, Wonopringgo).  Kami pun mengikuti rombongan yang berjalan dengan lancar karena dikawal forerider itu.

Gedung Kanzu Shalawat, tempat Habib Luthfi bertaklim. Mawlana Syekh Nazim QS dan Syekh Hisyam QS pun pernah singgah di tempat ini.

Suasana sangat ramai di PPAT, mereka dengan tertib melantunkan qasidah burdah.

Tak lama kemudian acara mawlid pun dimulai.  Habib Luthfi duduk bersebelahan dengan Sh. Mustafa

Habib Luthfi dan Sh.Mustafa

Sh.Mustafa berkumpul bersama beberapa jemaah setelah acara Mawlid

Sh. Bahruddin, Sh.Mustafa dan Pak Toni menikmati kebersamaan dalam acara mawlid ini.

Beberapa jemaah Haqqani lainnya berkumpul untuk makan bersama.  Satu nampan untuk lima orang, begitulah aturannya.  Rasanya panitia memerlukan lebih dari 3000 nampan.

Menjelang tengah malam, para jemaah mulai kembali ke rumah, dan pemandangan ini bagaikan pemandangan jemaah haji ketika meninggalkan Mina. Ramai sekali.

Sama halnya dengan jemaah lainnya, kami pun berpamitan dengan Kyai Taufik dan segera menuju stasiun KA untuk kembali ke Jakarta.  Pukul 01.00 dinihari, kami kembali ke Jakarta bersama KA Sembrani.  Kyai Taufik menyampaikan terima kasih dan salam kembali untuk seluruh jemaah Haqqani di Jakarta.  

Terima kasih Kyai Taufik, insya Allah tahun depan kami kembali lagi.

2 komentar:

RANCAK BANA mengatakan...

Subhanallah wal Hamdulillah Allahu Akbar,sudah terbayang dalam ingatan dasyatnya Mawlid tahun ini,walau tidak sempat hadir tapi kenangan Mawlid tahun kemaren yang juga satu rombongan dengan Syeikh Mustafa Mas'ud al-Haqqani masih dirasakan,semoga pancaran cahaya Baginda Rasulullah slalu tercurah kepada guru-guru dan murid-murid Naqsybandi,amin

Anonim mengatakan...

Masya Allah...! belum pernah saya menjumpai acara maulidurrosul yg sangat ramai seperti ini dengan tertib dan khidmah ta'dzim begini, bener2 kharismatik sekali.., maulid PPAT masyaALLAH.. Paleng top sak indonesia..!